SENI DALAM UPACARA DEWA YADNYA UMAT HINDU DI KOTA PALANGKA RAYA
Abstract
Seni memiliki posisi yang sangat mendasar karena dalam upacara tidak terlepas dari seni begitu juga dengan kehidupan masyarakat tidak terlepas dari dunia seni, Seni erat kaitannya dengan kegiatan, upacara menciptakan atau mewujudkan sesuatu berupa ide, gagasan, pengalaman, pengetahuan yang perwujudannya harus memenuhi nilai estetika. Estetik atau estetika sering dihubungkan dengan cabang ilmu “filsafat” tentang keindahan yaitu teori keindahan yang menerangkan serta membahas tentang keindahan tersebut. Sedangkan seni yang digunakan oleh umat Hindu dipalangka raya banyak mengunakan berbagai seni yang berkaitan dengan Upacara dari urain latar belakang diatas penulis sangat tertarik untuk mengangkat sebuah tulisan dengan judul Seni dalam Upacara dewa yadnya Umat Hindu di Kota Palangka Raya. Sedankan Konsep Yang digunakann yang digunakan dalam tulisan ini adalah Konsep Seni, Upacara Dewa yadnya, Umat Hindu. Seni Sebagai Simbol Satyam, Siwam Sundharam dilaksanakan oleh umat Hindu yang ada di kota palangka raya maka sekecil apapun pelaksanaan ritual tidak bisa terlepas dari aktivitas seni dan budaya yang mendukungnya. Jika dicermati apa yang dilakukan umat Hindu di dalam melaksanakan aktivitas ritual keagamaan yang seolah manunggal dengan berbagai aktivitas seni dan budaya, sehingga sulit ditafsirkan mana aktivitas seni, budaya dan agama. Hal ini disebabkan oleh karena di dalam setiap aktivitas ritual keagamaan yang dilaksanakan oleh umat Hindu selalu dibarengi dengan berbagai aktivitas seni dan budaya. Jika disimak secara mendalam maka bisa dikatakan bagi umat Hindu bahwa seni dan budaya itu adalah merupakan salah satu alat atau media pelaksanaan ajaran agama yang disajikan dan dipersembahkan secara tulus ikhlas oleh umat Hindu melalui konsep “ Ngayah atau gotong Royong, jika ada seorang seniman yang mau menari, menabuh atau apapun bentuknya maka kita akan selalu mendengar kata “ Ngayah ini bisa juga di katakana persembahan suci kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa sebagai simbol kebenaran, kesucian dan keindahan ( Satyam, Siwam, Sundharam ).
References
Haryono . T. Seni dalam Demensi Bentuk, Ruang dan Waktu. Penerbit. Wedatama Widya Sastra.
Himawan, W., Sabana, S., & Kusmara, A. R. (2016). Pengaruh Pariwisata pada Keberagaman Seni Rupa sebagai Modal Kultural Bali: Studi pada Komunitas dan Perhelatan Seni Rupa di Wilayah Denpasar, Klungkung, dan Singaraja. Journal of Urban Society’s Arts. https://doi.org/10.24821/jousa.v3i2.1478
Jauli. M. 2013. Sosiologi Seni Edisi 2. Pengantar dan Model Studi Seni.
Karawitan, J. (2018). Angsel-Angsel dalam Gong Kebyar I Ketut Yasa. Jurnal Seni Budaya. https://doi.org/10.25126/jtiik.
Koentjaraningrat. (2003). Pengantar Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta.
Karmini. N.N (2017). Fungsi Dan Makna Sastra Bali Tradisional Sebagai Pembentuk Karakter Diri. MUDRA Jurnal Seni Budaya.
Maharlika, F. (2011). Tinjauan Bangunan Pura Di Indonesia. Jurnal Waca Cipta Ruang.
Ngurah,S, I. G. (2017). Perubahan Kreativitas Seni Sebuah Proses Simbolis Dalam Kategori Sejarah. MUDRA Jurnal Seni Budaya.
Noorwatha, I. K. D., & Wasista, I. P. U. (2019). Rasayatra: Eksplorasi Estetika Hindu Nawarasa‟ dalam Desain Interior Museum 3D Interactive Trick Art. Mudra Jurnal Seni Budaya. https://doi.org/10.31091/mudra.v34i2.514
Suhardana Komang,2010. Kerangka Dasar Agama Hindu TAttwa Susila Upacara. Penerbit Paramita Surabaya
Sumardjo Jokob 2016. Filsafat Seni. ITB Press
Yasa. S.I.W.2007. TEORI RASA.Memahami Taksu Ekspresi dan Metodenya.Penerbit Widya DharmaBerkerjasama dengan Program Magisterilmu Agama dan Kebudayaan Universitas Hindu Indonesia.