MEMAKNAI SARASWATI SEBAGAI UPAYA PENCERAHAN DIRI (Kajian Pasal 41 Panaturan)

  • Komang Suarta IAHN-TP Palangka Raya

Abstract

Seseorang yang dihadapkan dengan kegelapan, tentu ia akan membutuhkan cahaya agar mampu melangkah dengan benar. Begitu pula halnya dalam hal ini, agama dipegang bagaikan sebuah obor untuk menerangi jalan di dalam kegelapan, agar kita mengetahui mana jalan yang patut dan mana pula jalan yang tidak patut untuk dipijak. Dewasa ini, banyak kita saksikan fenomena-fenomena yang menunjukan perilaku manusia yang dikuasai oleh kegelapan pikiran dengan cenderung melakukan perbuatan-perbuatan asubha karma yang dilarang dalam ajaran Hindu. Hal tersebut bukan saja dilakukan oleh mereka yang memiliki pendidikan rendah, namun juga oleh mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Selain dari fenomena yang kita saksikan tersebut, hal serupa juga dikisahkan dalam sejarah kehidupan leluhur Hindu Kaharingan yang melupakan segala bentuk ajaran yang disampaikan oleh Ranying Hatalla (Tuhan) pada keturunan Raja Bunu (manusia) sebelum diturunkan untuk mengisi kehidupan di dunia ini. Hal tersebut diceritakan dalam Pasal 41 Panaturan. Panaturan merupakan kitab suci umat Hindu Kaharingan yang dijadikan pedoman dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka adapun rumusan masalah dalam tulisan ini adalah (1) Siapakah Saraswati dalam theologi Hindu?. (2) Bagaimanakah memaknai Saraswati sebagai upaya pencerahan diri (kajian Pasal 41 Panaturan)?. Adapun yang menjadi tujuan dalam tulisan ini adalah (1) Untuk mengetahui Saraswati dalam theologi Hindu, (2) Untuk mengetahui makna Saraswati sebagai upaya pencerahan diri (kajian Pasal 41 Panaturan).

Dalam ajaran Hindu Tuhan adalah sumber dari segala pengetahuan yang ada dan diberi gelar Saraswati.Dengan senantiasa mempelajari, mengingat dan mengimplementasikan pengetahuan yang telah diperoleh, maka sesungguhnya telah memuja Saraswati yakni perwujudan Tuhan sebagai penguasa pengetahuan yang dalam ajaran leluhur Hindu Kaharingan dikenal dengan sebutan Bawi Ayah. Dengan demikian, maka hidup akan senantiasa terarah karena melangkah dengan tuntunan pikiran yang tercerahkan.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Jalaludin. 2004. PsikologiAgama. Jakarta : Raja Grapindo Persada.
Kajeng, I Nyoman dkk. 1977. Sarasamuccaya. Surabaya : Paramita.
Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan. 2005. Panaturan. Palangka Raya : Kanwil Depag Prop. Kalteng.
Oka Netra, Anak Agung Gde. 1994. Tuntunan Dasar Agama Hindu. Surabaya : Paramita.
Pudja, G & Rai Sudharta, Tjokorda. 2002. Manawa Dharma Sastra. Jakarta : Felita Nursatama Lestari.
Pudja, G. 2003. Bhagawad Gita. Surabaya : Paramita.
Titib, I Made. 2003. Theologi dan Simbol-simbol Dalam Agama Hindu. Surabaya : Paramita.
Published
2019-08-09
How to Cite
Suarta, K. (2019). MEMAKNAI SARASWATI SEBAGAI UPAYA PENCERAHAN DIRI (Kajian Pasal 41 Panaturan). Bawi Ayah: Jurnal Pendidikan Agama Dan Budaya Hindu, 8(2), 49-62. https://doi.org/10.33363/ba.v8i2.296